- Back to Home »
- Atikel , berita »
- Prof Sunaryo: PENDIDIKAN HARUS ANTARKAN GENERASI EMAS INDONESIA 2045
Posted by : Wisnu Gilang Ramadhan
Senin, 29 September 2014
Peran
pendidikan dalam mempersiapkan generasi 2045 sangatlah penting, maka dari itu,
Lmebaga Pendidikan dan Tenaga Kependidikan (LPTK) perlu beanr-benar menyiapkan
tenaga pendidik untuk meniapkan generasi 2045 dan memanajemen ketenagaan
pendidikan yang harus profesional. Dalam konteks penyiapkan generasi 2045,
peran pendidik sangatlah penting dan masa depan bangsa ada di pundak pendidik
atau guru.
“Sistem pendidikan masa depan bangsa Indonesia
adalah pendidikan yang mengantarkan generasi masa kini menjadi generasi emas
Indonesia 2045. Generasi ini akan menjadi generasi penduduk warga dunia yang
bersifat transkultural, namun harus tetap hidup dan berkembang dalam jati diri
dan budaya Indonesia sebagai sebuah bangsa yang bermartabat,” kata Ketua
Asosiasi Lembaga Pendidikan dan Tenaga Kependidikan Indonesia (ALPTKI) Prof.
Dr. Sunaryo Kartadinata, M.Pd. saat menyampaikan makalah utama
dalam Konperensi Nasional Pendidikan Indonesia (Konaspi)VII yang
diselenggarakan Universitas Negeri Yogyakarta, di Royal Ambarrukmo, Yogyakarta,
Kamis (1/11/2012).
Menurut
Rektor Universitas Pendidikan Indonesia ini, daya saing di satu sisi dan
kemampuan kolaborasi di sisi lain adalah dua polar kompetensi yang harus
bersinergi sebagai profil dasar manusia Indonesia 2045.
Gambaran sosok manusia Indonesia generasi 2045 harus menjadi
pijakan dan cantolan upaya pendidikan, dan pendidikan akan memainkan peran baru
dalam perspektif pengembangan sosok generasi 2045.
“Peran
baru pendidikan harus diikuti dengan profesionalisme guru, yang kunci utamanya
terletak pada guru dan pendidikan guru yang bermutu. Guru bermutu menjadi
variabel penting bagi terwujudnya pendidikan yang bermutu. Perlu revitalisasi
LPTK sebagai perguruan tinggi yang bertanggung jawab dalam mendidik calon
pendidik/guru dengan landasan filosofi, kerangka pikir akademik, program
pendidikan akademik dan profesi yang utuh dan akuntabel,” ujar Prof. Sunaryo.
Keutuhan
pendidikan guru, kata dia, harus dibangun mulai dari rekrutmen calon mahasiswa
sampai kepada memasuki pensiun dalam konsep life cycle guru. Pengembangan
profesionalisme guru di lapangan harus dipandang sebagai sebuah perkembangan
yang bersifat lifelong learning capacity yang didukung oleh
sistem pengelolaan ketengaan guru yang berorientasi profesi dan tidak
berorientasi birokrasi.
Kebermutuan
guru di lapangan, kata dia selanjutnya, bergantung kepada antara lain sistem
pengelolaan ketenagaan guru/pendidik sebagai profesional dan bukan sebagai
unsur birokrasi. Untuk mengawal mutu guru, pendidikan guru dan kelembagaannya,
maka diusulkan dibentuknya sebuah council nasional yang disebut dengan Majelis
Keguruan Indonesia (MKI, yang sekaligus juga menguatkan rekoemndasi Simposium
Nasional Refleksi 58 Tahun Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi Keguruan di
Indonesia, yang diselengarakan di Bandung, yang merekomendasikan
pembentukan Majelis Keguruan Indonesia (MKI) ini sebagai wadah independen dan
dideklarasikan pada Konaspi VII di Yogyakarta.
Dalam
makalah yang diberi judul, “Memantapkan Karakter Bangsa Menuju Generasi 2045:
Sistem
Pendidikan yang Memungkinkan Dihasilkannya Pendidik dan Tenaga Kependidikan
yang Kompeten untuk Mempersiapkan Generasi 2045”, Prof. Sunaryo mengemukakan,
investasi pendidikan adalah prediktor masa depan bangsa yang tercermin dalam
mutu sumber daya manusia yang dihasilkan melalui upaya pendidikan itu. Modal
dasar yang amat dahsyat di Indonesia adalah potensi jumlah penduduk produktif.
Dalam kurun waktu 15-20 tahun mendatang diperkirakan lebih dari 60% penduduk
Indonesia berada pada usia produktif (15-64 tahun). Potensi ini harus dikelola
dengan tepat dan pendidikan adalah wahana paling strategis untuk mengelola
potensi penduduk produktif dimaksud.
“Mereka
yang akan menduduki posisi usia produktif pada 15-20 tahun yang akan datang
adalah mereka yang pada saat ini berusia antara 0-40 tahun. Dari rentang usia
itu dua kutub kritis yang harus menjadi perhatian adalah mereka yang berada
pada kelompok usia dini (0-5 tahun) dan usia mahasiswa (18-23 tahun) yang saat
ini sedang menempuh kuliah. Kelompok usia dini akan menjadi mahasiswa pada 15
tahun mendatang dan kelompok mahasiswa saat ini akan menjadi kelompok yang amat
produktif pada tahun 2035,” ujar Prof. Sunaryo.
Dalam
konteks pemanfaatan anggaran pendidikan, kata dia, dua kutub kritis ini perlu
mendapat perhatian dan prioritas, tanpa mengabaikan kelompok usia yang berada
di antara kedua kutub itu. Investasi dalam Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
dimaksudkan untuk memberikan kepastian bahwa tidak ada anak usia dini yang
tidak memperoleh akses pendidikan. “Anak usia dini tak boleh diabaikan. Sebab
jika terabaikan, maka usia produktif pada 15-20 tahun mendatang yang akan
menjadi penopang kekuatan ekonomi dan daya saing bangsa tidak akan bisa
disiapkan dengan baik, dan perkembangan bangsa bisa terganggu,” katanya.
Angka
partisipasi kasar (APK) PAUD sebesar 56,7% pada awal tahun 2010 dan target
72,9% pada tahun 2014 memerlukan investasi besar dan gerakan nasional secara
menyeluruh, ujar Rektor UPI. Dengan kecenderungan pencapaian target seperti
yang digambarkan, diharapkan pada tahun 2025 seluruh populasi anak usia dini
memperoleh layanan pendidikan anak usia dini. Invenstasi PAUD harus mencakup
infrastruktur dan ketenagaan, yang pada saat ini masih jauh dari standar yang
diharapkan. Untuk mencapai harapan anak usia dini masa kini menjadi manusia
Indonesia produktif pada 15 tahun yang akan datang maka PAUD tidak boleh
diabaikan dan harus memperoleh prioritas pembiayaan.
“Untuk
mempercepat peningkatan daya saing bangsa dan pertumbuhan ekonomi, prioritas
anggaran pendidikan harus pula diberikan kepada pendidikan tinggi,” kata Prof.
Sunaryo selanjutnya.
Ada
dua hal utama yang perlu mendapat prioritas penganggaran di perguruan tinggi.
Pertama, peningkatan mutu, aksesibilitas, relevansi, dan kesetaraan gender pada
program S1, termasuk juga politeknik. Kedua, penambahan jumlah doktor. Ini
penting karena lulusan pendidikan tinggi adalah tenaga ahli dan profesional
yang siap memasuki dunia kerja (usaha dan industri) ataupun membuka lapangan
kerja baru. Kelompok ini akan menjadi critical mass dan menjadi kekuatan untuk
akselerasi pertumbuhan dan perubahan ekonomi dan penguatan daya saing bangsa.
“Kekuatan
ini diharapkan akan mampu mengurangi eksploitasi ekonomi perkotaan karena
terjadinya penyebaran kemampuan ke seluruh pelosok tanah air yang secara
potensial dapat menumbuhkan sentra-sentra ekonomi baru. Untuk itu, peningkatan
APK pendidikan tinggi dari 24,67% pada tahun 2010 dan ditargetkan menjadi 30,0%
pada tahun 2014, yang telah menjadi program dan target Kemdikbud, perlu
didukung anggaran yang memadai dan berkelanjutan,” kata Prof. Sunaryo.
Demikian
pula penyediaan anggaran untuk membiayai mahasiswa yang secara ekonomi tidak
beruntung namun memiliki potensi akademik tinggi, melalui program bidik misi
bagi 20.000 mahasiswa per tahun perlu dijamin keberlanjutannya. Persoalan mutu,
aksesibilitas dan keterjangkauan, relevansi, dan kesetaraan gender adalah
variabel yang harus dipenuhi seiring dengan upaya peningkatan APK pendidikan
tinggi.
Generasi
manusia Indonesia 2045 adalah manusia abad 21 yang ditandai dengan ketersediaan
teknologi yang telah mengubah pola hidup dan pola pikir manusia. Teknologi
informasi digunakan manusia dalam berbagai hal, baik dalam komunkasi maupun
bisnis.Pada saat yang sama muncul berbagai persoalan yang bisa mengganggu kesejahteraan
masyarakat, seperti masalah makanan, air bersih, perubahan iklim global, dan
penuruan daya dukung lingkungan.
“Dalam
kondisi seperti ini hal yang cukup krusial adalah merespons kompleksitas
masalah, berkomunikasi efektif, memanage informasi secara dinamis, bekerja dan
mencari solusi dalam nuansa kolaboratif, mengunakan teknologi secara efektif,
melahirkan pengetahuan baru secara berkelanjutan. Semua ini adalah keterampilan
yang dibutuhkan dalam abad dua puluh satu,” kata dia.
Reference:
http://www.ispi.or.id/
Posting Komentar